Senin, 01 Maret 2010

Demam Tifoid

Demam Tifoid - Hai teman Asuhan Keperawatan (Askep) Perawat, di Artikel ini yang berjudul Demam Tifoid, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik dan ringkas agar mudah di pahami untuk anda baca dan dapat di ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Konsep Dasar, Artikel Sistem Pencernaan, yang kami tulis ini dapat anda pahami dan bermanfaat. baiklah, selamat membaca.

Judul : Demam Tifoid
link : Demam Tifoid

Baca juga


Demam Tifoid

Demam Tifoid

Pengertian

Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus . Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau menyebabkan enteritis akut . Sinonim demam tifoid dan demam paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, thyphus dan paratyphus abdominalis.


II. Epidemiologi

Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti.

Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan S. typhi : pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman pergram tinja.

Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S. typhi berada didalam batu empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun.


III. Etiologi

Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B dan S. paratyphi C.


IV. Patogenesis dan Patofisiologi

Kuman S. typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman S. typhi kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk kealiran darah melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotial.

Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin S. typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.


V. Manifestasi Klinik

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 – 14 hari. Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosis klinis demam tifoid.

Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit akut pada umumnya. Yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa samnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.


VI. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :

1. Komplikasi intestinal :

a.Perdarahan usus

b.Perforasi usus

c.Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstra-intestinal :

a.Komplikasi kardiovaskular :

Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

b.Komplikasi darah :

Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik.

c.Komplikasi paru :

Pneumonia, empiema dan pleuritis.

d.Komplikasi hepar dan kandung empedu :

Hepatitis dan kolesistisis.

e.Komplikasi ginjal :

Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

f.Komplikasi tulang :

Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis.

g.Komplikasi neuropsikatrik :

Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan sindrom katatonia.

Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.


VII. Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.


VIII. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan leukosit

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

3. Biakan darah

4. Uji widal

Hati-hati adanya postif dan negatif palsu pada hasil pemeriksaan.


IX. Penatalaksanaan

Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu : Perawatan, Diet dan Obat-obatan.

1. Perawatan

Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

2. D i e t

Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

3. O b a t

Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah :

a.Kloramfenikol

b.Thiamfenikol

c.Ko-trimoksazol

d.Ampisillin dan Amoksisilin


e.Sefalosporin generasi ketiga

f.Fluorokinolon.

Obat-obat simptomatik :

a.Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin).

b.Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari).

Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.

X. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Dasar data pengkajian klien :

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit.

2. S i r k u l a s i

Tanda : Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).

3. Integritas Ego

Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Faktor stress aku/kronis mis. Hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal. Faktor budaya – peningkatan prevalensi.

Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi.

4. E l i m i n a s i

Gejala : Tekstur feces bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan dorongan/kram (tenesmus). Defakasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feces. Peradarahan perektal.

Tanda : Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria.

5. Makanan/Cairan

Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitive mis. Buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.

Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.

6. H i g i e n e

Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan.

7. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia.

Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi.

8. K e a m a n a n

Gejala : Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu.

Tanda : Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis.

9. Seksualitas

Gejala : Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.

10. Interaksi Sosial

Gejala : Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan aktif dalam sosial.

11. Penyuluhan Pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.

B. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Rasinalisasi Yang Lazim Terjadi

1. Diare b/d inflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus, adanya toksin dan penyempitan segemental usus ditandai dengan :

- Peningkatan bunyi usus/peristaltik.

- Defakasi sering dan berair (fase akut)

- Perubahan warna feses.

- Nyeri abdomen tiba-tiba, kram.

Tujuan :

- Klien akan melaporkan penurunan frekuensi defakasi, konsistensi kembali normal.

- Klien akan mampumengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.

Intervensi :

1. Observasi dan catat ferkuensi defakasi, karekteristik, jumlah dan faktor pencetus.

R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.

2. Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur.

R/ : Istirahat menurunkan motalitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi. Defakasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak terkontrol, peningkatan resiko inkontinensia/jatuh bila alat-alat tidak dalam jangkauan tangan.

3. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan.

R/ : Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu klien.

4. Identifikasi makanan/cairan yang mencetuskan diare.

R/ : Menghindari iritan dan meningkatkan istirahat usus.


5. Observasi demam, takhikardi, lethargi, leukositosis/leukopeni, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.

R/ : Tanda toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.

6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :

Antikolinergik.

R/ : Menurunkan motalitas/peristaltik GI dan menurunkan sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan diare.

Steroid

R/ : Diberikan untuk menurunkan proses inflamasi.

Antasida

R/ : Menurunkan iritasi gaster, mencegah inflamasi dan menurunkan resiko infeksi pada kolitis.

Antibiotik

R/ : Mengobati infeksi supuratif lokal.

7. Bantu/siapkan intervensi bedah.

R/ : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi usus terjadi atau penyakit tidak berespon terhadap pengobatan medik.


2. Risiko kurang volume cairan b/d Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status hipermetabolik dan pemasukan terbatas.

Tujuan :

Klien akan menampakkan volume cairan adekuat/mempertahankan cairan adekuat dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, TTV stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah.


Intervensi :

1. Awasi masukan dan haluaran urine, karakter dan jumlah feces, perkirakan IWL dan hitung SWL.

R/ : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.

2. Observasi TTV.

R/ : Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.

3. Observasi adanya kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, prngisisan kapiler lambat.

R/ : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.

4. Ukur BB tiap hari.

R/ : Indikator cairan dan status nutrisi.

5. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari kerja.

R/ : Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan

kehilangan cairan usus.

6. Catat kelemahan otot umum dan disritmia jantung

R/ : Kehilangan cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit. Gangguan minor pada kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup.

7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :

Cairan parenteral, transfusi darah sesuai indikasi.

R/ : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggatntian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia.

Anti diare.

R/ : Menurunkan kehilangan cairan dari usus.


Antiemetik

R/ : Digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada eksaserbasi akut.

Antipiretik

R/ : Mengontrol demam. Menurunkan IWL.

Elektrolit tambahan

R/ : Mengganti kehilangan cairan melalui oral dan diare.


3. Konstipasi b/d masukan cairan buruk, diet rendah serat dan kurang latihan, inflamasi, iritasi, ditandai dengan :tidak ada feses.

Tujuan :

Klien akan menampakkan/melaporkan kembali pola fungsi usus yang normal.

Intervensi :

1. Observasi bisisng usus.

R/ : Kembalinya fungsi GI mungkin terlambat oleh inflamasi intraperitoneal, obat-obatan. Adanya bunyi abnormal menunjukkan adanya komplikasi.

2. Amati adanya keluhan nyeri abdomen.

R/ : Mungkin berhubungan adanya distensi gas atau terjadinya komplikasi.

3. Observasi gerakan usus. Amati feses, konsistensi, warna dan jumlah.

R/ : Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi.

4. Anjurkan makanan/cairan yang tidak mengiritasi bila masukan oral diberikan.

R/ : Menurunkan risiko iritasi mukosa.

5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian pelunak feses, supositoria

gliserin sesuai indikasi.

R/ : Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan/evakuai

feses.

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi ditandai dengan :

- Penurunan BB, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk.

- Bunyi usus hiperaktif.

- Konjungtiva dan membran mukosa pucat.

- Menolak untuk makan.

Tujuan :

Klien akan menunjukkan/menampakkan BB stabil atau peningkatan BB sesuai sasaran dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

Intervensi :

1. Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.

R/ : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.

2. Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut.


R/ : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori

dan simpanan energi.

3. Anjurkan istirahat sebelum makan.

R/ : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.

4. Berikan kebersihan mulut terutama sebelum makan.

R/ : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.

5. Ciptakan lingkungan yang nyaman.

R/ : Lingkungan yang nyaman menurunkan stress dan lebih kondusif untuk

makan.

6. Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus.

R/ : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.

7. Dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makanan/diet.

R/ : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makan

akan menyebabkan eksaserbasi gejala.

8. Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet sesuai indikasi, mis : cairan jernih berubah menjadi makanan yang dihancurkan, rendah sisa, protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat.

R/ : Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan. Rendah serat menurunkan respon peristaltik terhadap makanan.

9. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :

- Preparat Besi.

R/ : Mencegah/mengobati anemi.

Vitamin B12

R/ : Penggantian mengatasi depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, Meningkatkan produksi SDM/memperbaiki anemia.

Asam folat.

R/ : Kehilangan folat umum terjadi akibat penurunan masukan/absopsi.

Nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.

R/ : Program ini mengistirahatkan GI sementara memberikan nutrisi

penting.


5. Nyeri b/d Hiperperistaltik,diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal ditandai dengan :

- Laporan nyeri abdomen kolik/kram/nyeri menyebar.

- Perilaku distraksi, gelisah.

- Ekspresi wajah meringis

- Perhatian pada diri sendiri.

Tujuan :

- Klien akan melaporkan nyeri hialng/terkontrol.

- Klien akan menampakkan perilaku rileks dan mampu tidur/istirahat dengan

tepat.

Intervensi :

1. Dorong klien untuk melaporkan nyeri yang dialami.

R/ : Mencoba untuk mentoleransi nyeri daripada meminta analgesik.

2. Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10), selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.

R/ : Nyeri sebelum defakasi sering terjadi dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karakterisik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi.

3. Amati adanya petunjuk nonverbal , selidiki perbedaan petunjuk verbal dan nonverbal.

R/ : Bahasa tubuh/petunjuk nonverbal dapat secara psikologis dan fisiologis dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.

4. Kaji ulang faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya/menghilangnya nyeri.

R/ : Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.

5. Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, ubah posisi dan aktifitas

senggang.

R/ : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.

6. Observasi/catat adanya distensi abdomen dan TTV.

R/ : Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan parut.

7. Kolaborasi dengan timgizi/ahli diet dalam melakukan modifikasi diet dengan

memberikan cairan dan meningkatkan makanan padat sesuai toleransi.

R/ : Istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri/kram.


8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :

- Analgesik

R/ : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat secara adekuat dan prose penyembuhan.

- Antikolinergik

R/ : Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya nyeri kolik.

- Anodin supp.

Merilekskan otot rectal dan menurunkan nyeri spasme.


6. Cemas b/d Faktor psikologi/rangsang simpatis (proses inflamasi), ancaman

konsep diri, ancaman terhadap perubahan/perubahan status kesehatan dan

status sosioekonomi ditandai dengan :

- Eksaserbasi penyakit tahap akut.

- Peningkatan ketegangan, distress, ketakutan.

- Menunjukkan masalah tentang perubahan hidup.

- Perhatian pada diri sendiri.

Tujuan :

- Klien akan menampakkan perilaku rileks dan melaporkan penurunan

kecemasan sampai tingkat mudah ditangani.

- Klien akan menyatakan kesadaran perasaan kecemasan dan cara sehat

menerimanya.

Intervensi :

1. Amati petunjuk perilaku mis : gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.

R/ : Indikator derajat kecemasan/stress. Hal ini dap terjadi akibat gejala fisik kondisi juga reaksi lain.


2. Dorong klien untuk mengeksplorasi perasaan dan berikan umpan balik.

R/ : Membuat hubungan teraupetik. Membantu klien/orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress. Klien dengan diare berat/konstipasi dapat ragu-ragu untuk meminta bantuan karena takut terhadap staf.

3. Berikan informasi nyata/akurat tentang apa yang dilakukan mis : tirah baring,

pembatasan masukan peroral dan posedur.

R/ : Keterlibatan klien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan kecemasan.

4. Berikan lingkungan tenang dan istitahat.

R/ : Memindahkan klien dari stress luar meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan kecemasan.

5. Dorong klien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.

R/ : Tindakan dukungan dapat membantu klien merasa stress berkurang, memungkinkan energi dapat ditujukan pada penyembuhan/perbaikan.

6. Bantu klien untuk mengidentifikasi/memerlukan perilaku koping yang

digunakan pada masa lalu.

R/ : Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/stress saat ini, meningktkan rasa kontrol diri klien.

7. Bantu klien belajar mekanisme koping baru mis : teknik mengatasi stress,

keterampilan organisasi.

R/ : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress dan kecemasan, meningkatkan kontrol penyakit.

8. Kolaborai dengan tim medis dalam pemberian sedatif sesuai indikasi.

R/ : Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat.


7. Kurang pengetahun (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan b/d kesalahaninterpretasi informasi, kurang

mengingat dan tidak mengenal sumber informai ditandai dengan :

- Pertanyaan, meminta informasi, pernyataan salah konsep.

- Tidak akurat mengikuti instruksi.

- Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah.

Tujuan :

- Klien akan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.

- Klien akan dapat mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus untuk

menerimanya.

- Klien akan berpartisipai dalam program pengobatan.

- Klien akan melakukan perubahan pola hidup tertentu.

Intervensi :

1. Kaji persepsi klien tentang proses penyakit.

R/ : Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadran kebutuhan belajar individu.

2. Jelaskan tentan proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang

menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor penyebab.

Dorong klien untuk mengajukan pertanyaan.

R/ : Pengetahuan dasar yang akurat memberikan klien kesempatan untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan klien tahu tentang proses penyakitnya sendiri, merek dapat mengalami informai yang tertinggal atau salah konsep.

3. Jelaskan tentang obat yang diberikan, tujuan, frekuensi, dosis dan

kemungkinan efek samping.

R/ : Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.

4. Tekankan pentingnya perawatan kulit mis : teknik cuci tangan dengan baik

dan perawatan perineal yang baik.

R/ : Menurunkan penyebran bakteri dan risiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.

5. Anjurkan menghentikan merokok.

R/ : Dapat meningkatkan motalitas usus, meningkatkan gejala.

C. Implementasi (Pelaksanaan dari Intervensi)

D. E v a l u a s i

Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama demam tifoid dikatakan berhasil/efektif jika :

1. Klien mampu mengontrol diare/konstipasi melalui fungsi usus optimal/stabil.

2. Komplikasi minimal/dapat dicegah.

3. Stres mental/emosi minimal/dapat dicegah dengan menerima kondisi dengan positif.

4. Klien mampu mengetahui/memahami/menyebutkan informasi tentang proses penyakit, kebutuhan pengobatan dan aspek jangka panjang/potensial komplikasi

berulangnya penyakit.



Itu tadi adalah Demam Tifoid

baik Sekianlah artikel Demam Tifoid kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Demam Tifoid dengan alamat link https://ners-ngenes.blogspot.com/2010/03/demam-tifoid_1.html

0 komentar

Posting Komentar