MOSES, Solusi Malaria Daerah Terpencil - Hai teman Asuhan Keperawatan (Askep) Perawat, di Artikel ini yang berjudul MOSES, Solusi Malaria Daerah Terpencil, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik dan ringkas agar mudah di pahami untuk anda baca dan dapat di ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Materi, yang kami tulis ini dapat anda pahami dan bermanfaat. baiklah, selamat membaca.
Judul : MOSES, Solusi Malaria Daerah Terpencil
link : MOSES, Solusi Malaria Daerah Terpencil
MOSES, Solusi Malaria Daerah Terpencil
Malaria Observation System and Endemic Surveillance (MOSES) adalah aplikasi yang menggabungkan teknologi client runtime dengan aplikasi di PDA untuk melakukan diagnosis dan analisis terhadap pasien yang diduga terkena malaria secara cepat. Solusi ini diharapkan dapat membantu masyarakat yang berada di daerah terpencil agar dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara cepat dan tepat. MOSES merupakan hasil temuan Tim “Big Bang” dari ITB yang berhasil memenangkan Imagine Cup 2009 untuk kategori Mobile Device Award.
Tim “Big Bang” ITB menciptakan sebuah virtual character (avatar) bernama Marceline, yang dapat membantu petugas kesehatan. Pada saat pendiagnosaan tersebut, Marceline akan bertanya kepada pasien beberapa hal sehubungan dengan penyakit malaria dengan teknologi yang disebut voice recognition.
Setelah seluruh data yang berhubungan dengan analisis tersebut didapat, petugas kesehatan juga dilengkapi dengan alat yang bernama PDAscope yang terdiri dari sebuah modifikasi mikroskop plus PDA. PDAscope ini menyerupai sebuah mikroskop asli yang dibuat dengan bahan-bahan yang murah. Hal tersebut merupakan pertimbangan dari “Big Bang” atas faktor ekonomis pada implementasi solusi ini.
PDAscope ini nantinya akan dapat menjadi alat pelengkap agar kamera yang berada pada PDA yang dapat meneropong sampel darah yang diambil dari tubuh pasien. Setelah PDA tersebut merekam hasil gambar dari sampel darah tersebut, petugas kesehatan dapat mengirimkan gambar sampel darah tersebut ke pusat kesehatan yang berada pada lokasi yang jauh dari tempat tersebut.
Moda komunikasi yang ditentukan untuk melakukan transmisi data tersebut adalah dengan menggunakan teknologi 3G. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa telecommunication provider di Indonesia akan segera memperluas daerah jangkauan layanan data pada lokasi-lokasi yang terpencil.
Setelah sampel darah yang dikirimkan diterima di pusat, aplikasi yang berada pada server penerima akan segera melakukan analisis terhadap sampel darah tersebut. Sistem akan melakukan analisis terhadap butiran-butiran darah yang dimaksud dengan melakukan pattern recognition atas parameter-parameter yang telah ditentukan sebelumnya, apakah butiran darah dari sampel darah tersebut terjangkit malaria. Sistem akan menentukan berdasarkan penghitungan jumlah butiran darah yang terjangkit malaria, apakah sampel darah yang dikirimkan benar-benar terbukti positif terjangkiti penyakit tersebut.
Proses penghitungan butiran darah tersebut merupakan sebuah kemajuan teknologi yang dibantu oleh neural network algorithm, metode yang membantu mempercepat penentuan hasil, apakah sebuah sampel darah tersebut terjangkit penyakit malaria atau tidak. Saat ini, untuk menentukan diagnosis masih menggunakan penghitungan manual yang cenderung memiliki tingkat kesalahan tinggi.
Segera setelah sistem memperoleh hasil dari pemeriksaan butiran darah tersebut, sistem akan otomatis mengirimkan hasil kepada petugas kesehatan yang masih berada di lapangan untuk melakukan penanganan.
Sistem ini telah diuji coba di Pemengpeuk, Banten. MOSES juga diuji coba dalam skala laboratorium di Kalipucang Pangandaran, Jawa Barat, dan Papua. Hasilnya menunjukkan resep obat dapat diperoleh kurang dari dua hari. Dengan kecepatan pengobatan, komplikasi yang lebih berat dapat dicegah.
”Selama ini hasil diagnosa baru diterima empat hari oleh petugas kesehatan di Ciamis. Dengan MOSES, proses pengiriman dapat dipercepat,” ungkap David Samuel dari tim Bigbang, yang melakukan uji coba di lapangan. Tim itu juga beranggotakan David Samuel, Dody Dharma, Dominikus Damas Putranto, dan Inas Luthfi.
Berkat karya inovasi itu, mereka meraih Tanoto Student Research Award 2009. Namun, sebelum itu, tim Bigbang dari Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika ITB ini telah mendapat penghargaan Windows Mobile Award di Mesir dan Asia Pacific ICT Award 2009 untuk karya yang sama.
Karya inovasi ini, jelas Djadji S Satira, Kepala Biro Kemahasiswaan ITB, telah diajukan untuk memperoleh paten dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan paten ini diperlukan untuk pengembangannya ke arah penerapan komersial.
Berkaitan dengan itu, ITB tengah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menerapkan MOSES. Dalam hal ini memang diperlukan dukungan pemerintah daerah guna menerapkan sistem tersebut di rumah sakit dan puskesmas, terutama di daerah endemik malaria.
Dalam hal ini, MOSES tak hanya digunakan untuk tujuan medis, tetapi juga menjadi bahan analisis bagi pejabat di dinas kesehatan bagi pengambilan keputusan.
Hal ini dimungkinkan karena data dari server akan dikirim ke kantor dinas kesehatan, rumah sakit, dan ke instansi terkait lainnya.
Karya inovasi para mahasiswa ini memiliki prospek cerah dalam mendukung pengobatan malaria di daerah endemik yang mencapai sekitar 70 persen wilayah negeri ini. Berdasarkan data Program Pembangunan PBB (UNDP), 90 juta orang berada di daerah tersebut, tetapi hanya 10 persen yang tertangani. Karena itu, kecepatan terapi dan pengobatannya akan mencegah terjadinya komplikasi dan akibat fatal.
Itu tadi adalah MOSES, Solusi Malaria Daerah Terpencil
baik Sekianlah artikel MOSES, Solusi Malaria Daerah Terpencil kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel MOSES, Solusi Malaria Daerah Terpencil dengan alamat link https://ners-ngenes.blogspot.com/2010/04/moses-solusi-malaria-daerah-terpencil.html
0 komentar
Posting Komentar