Artikel Jejas Dan Kematian Sel - Hai teman Asuhan Keperawatan (Askep) Perawat, di Artikel ini yang berjudul Artikel Jejas Dan Kematian Sel, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik dan ringkas agar mudah di pahami untuk anda baca dan dapat di ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Pelajaran, yang kami tulis ini dapat anda pahami dan bermanfaat. baiklah, selamat membaca.
Judul : Artikel Jejas Dan Kematian Sel
link : Artikel Jejas Dan Kematian Sel
Artikel Jejas Dan Kematian Sel
Disusun Oleh Afrianti Bai, Ns UMI '09Semua bentuk jejas dimulai dengan perubahan molkeul atau struktur sel. Dalam keadaan normal, sel berada dalam “keadaan “homeostasis”mantap”. Sel berekasi terhadap pengaruh yang merugikan dengan cara (1) beradaptasi, (2) mempertahankan jejas tidak menetap. atau (3) mengalami jejas menetap dan mati.
Adaptasi sel terjadi bila stress fisiologik berlebihan atau suatu rangsangan yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang mempertahankan kelangsungan hidup sel. Contohnya ialah hipertropi (pertambahan massa sel) atau atrofi (penyesutan masssa sel). Jejas sel yang reversible menyatakan perubahan patologik yang dapat kembali, bila rangsangannya dihilangkan atau bila penyebab jejas lemah. Jejas yang ireversibel merupakan perubahan patologik yang menetap dan menyebabkan kematian sel.
Terdapat dua pola morfologik kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis. Nekrosis adalah bentuk yang lebih umum setelah rangsang eksogen dan berwujud sebagai pembengkakan, denaturasi dan koagulasi protein, pecahnya organel sel, dan robeknya sel. Apoptosis ditandai oleh pemadatan kromatin dan fragmentasi, terjadinya sendiri atau dalam kelompok kecil sel, dan berakibat dihilangkan sel yang tidak dikehendaki selama embryogenesis dan dalam berbagai keadaan fisiologik dan patologik.
A. Jejas
Jejas = injury = rangsangan terhadap sel hingga terjadi perubahan fungsi dan bentuk sel. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel.
Penyebab Jejas Sel
1. Hipoksia (pengurangan oksigen oksigen) terjadi sebagai akibat
a. iskemia (kehilangan pasokan darah),
b. oksigenisasi tidak mencukupi (misalnya, kegagaln jantung paru), atau
c. hilangnya kapasitas pembaw-oksigen darah (misalnya, anemia, keracunan karbon monoksida).
2. Faktor fisik, termasuk trauma, pcanas, dingin, radiasi, dan renjatan listrik.
3. Bahan kimia dan obat-obatan, termasuk:
a. Obat terapeutik (misalnya, asetaminofen (Tylenol).
b. Bahan bukan obat (misalnya, timbale, alcohol).
4. Bahan penginfeksi, termasuk virus, ricketsia, bakteri, jamur, dan parsit.
5. Reaksi imunologik
6. Kekacauan genetik
7. Ketidakseimbangan nutrisi
Mekanisme Umum
System intrasel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel:
v Pemeliharaan integritas membrane sel
v Respirasi aerobic dan produk ATP
v Sintesis enzim dan protein berstruktur
v Preservasi integritas aparat genetic
System-sistem ini terkait erat satu dengan lain sehingga jejas pada satu lokus membawa efek sekunder yang luas. Konsekuensi jejas sel bergantung kepada jenis, lcama, dan kerasnya gen penyebab dan juga kepada jenis, status, dan kemampuan adapatasi sel yang terkena. Perubahan morfologi jejas sel menjadi nyata setelah beberapa system biokimia yang penting terganggu.
Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan kematian sel:
1. Radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak keadaan patologik dan menyebabkan efek yang merusak pada struktur danfungsi sel.
2. Hilangnya homeostasis kalsium, dan meningkatnya kalsium intrasel. Iskemi dan toksin tertentu menyebabkan masuknya ion kalsium ke dalam sel dan lepasnnya ion kalsium sistolik mengaktifkan fosfolipase yang memecah fosfolipid membrane, protease yang menguraikan protein membrane dan sitoskletal, ATPase yang memeprcepat pengurangan ATP, dan endonuklease yang terkait dengan fragmnetasi kromatin.
3. Deplesi ATP, karena dibutuhkan untuk proses yang penting seperti transportasi pada membrane, sintesis protein, dan pertukaran fosfolipid.
4. Defek permebilitas membrane. Membrane dapat dirusak langsung oleh toksin, agen fisik dan kimia, komponen komplemen litik, dan perforin, atau secara tidak langsung seperti yang diuraikan pada kejadian sebelumnya.
a. Jejas istemik dan Hipoksik
1. Jejas Reversibel
Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP oleh mitikondria. Penurunan ATP (dan peningkatan AMP secara bersamaan) merangsang fruktokinase dan fosforilasi, menyebabkan glikosis aerobic. Glikogen cepat menyusut, dan asam laktat dan fosfat anorganik terbentuk, sehingga menurunkan pH intrasel. Pada saat ini, terjadi penggumpalan kromatin inti.
2. Jejas Ireversibel
Jejas ini ditandai oleh vakuolisasi keras mitokondria, kerusakan membrane plasma yang luas, pembengkakan lisosom, dan terlihatnya densitas mitokondria yang besar dan amorf. Jejas membrane lisosm disusul oleh bocornya enzim ke dalam sitoplasma, dank arena aktivitasnya terjadi pencernaan enzimatik komponen sel dan inti.
1. Jejas Sel Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil yang berinteraksi dengan protein, lemak, dan karbihidrat dan terlibat dalam jejas sel yang disebabkan oleh bermacam-macam kimiawi dan biologic.
Terjadinya radika bebas dimulai dari:
· Absorpsi energi sinar (cahaya UV, sinar X)
· Reaksi oksidatif metabolic
· Konversi enzimatik zat kimia eksogen atau obat (CCl4 menjadi CCl3).
· Radikal yang berasal dari oksigen adalah jenis toksik yang paling penting.
· Siperoksid terbentuk clangsung selama auto-oksidasi dalam mitokondria, atau secara ensimatik oleh oksidase.
2. Jejas Kimiawi
Zat kimiawi menyebabkan jejas sel melalui 2 mekanisme:
· Secara langsung, misalnya, Hg dari merkuri klorida terikat pada grup SH protein membrane sel, menyebabkan peningkatan permeabilitas dan inhibasi transport yang bergantung, kepada ATPase.
· Memlaui konversi ke metabolic toksis reaktif. Sebaliknya metabolic toksik menyebabkan jejas sel baik memlaui ikatan kovalen langsung kepada protein membrane dan lemak, atau lebih umum melalui pembentukan radikal bebas reaktif, seperti yang diuraikan sebelumnya.
A. Kematian Sel
Jika pengaruh berbahaya pada sebuah sel cukup hebat atau berlangsung cukup lama, maka sel akan mncapai suatu titik di mana sel tidak lagi dapat mengkompensasi dan tidak dapat melangsungkan metabolism, proses ini menjadi irevesibel, dan sel sebetulnya mati. Bila sebuah sel atau sekelompok sel atau jaringan dalam hospes yang hidup diketahui mati, mereka disebut nekrotik. Nekrosis merupakan kematian sel local.
Morfologi Jejas Sel Reversibel dan Nekrosis
Pembangkitan sel merupakan manifestasi hampir universal daripada jejas reversible pada mikroskopi cahaya. Pada sel yang terlibat dalam metabolisme lemak, perlemakan juga menunjukkan tanda jejas reversible.
Nekrosis merupakan perubahan morfologik yang menyusul kematian sel pada jaringan atau organ hidup. Dua proses menyebabkan perubahan morfologik dasar pada nekrosis:
a. Denaturasi protein
b. Pencernaan enzimatik organel dan sitosol.
Jenis Nekrosis
· Nekrosis koagulativa. Pola nekrosis iskemik yang lazim ini yang diuraikan sebelumnya, terjadi pada miokard, ginjal, hati, dan organ lain.
· Nekrosis mencair. Terjadi bila autolisis dan heterolysis melebihi denaturasi protein. Daerah nekrotik melunak dan terisi dengan cairan. Paling sering terlihat dalamotak infeksi bakteri local (abses).
· Nekrosis perkijuan. Khas pada lesi tuberculosis, makrokopik terlihat sebagai bahan lunak, rapuh dan menyerupai kiju dan secara mikroskopik sebagai bahan amorf eosinofilik dengan debris sel.
· Nekrosis lemak. Yang dimaksudkan ialah nekrosis pada jaringan lemak, disebabkan oleh kerja lipase (yang berasal dari sel pancreas rusak atau makrofag) yang mengkatalisis dekomposisi trigliserid menjadi asam lemak, yang kemudian bereaksi dengan kalsium membentuk sabun kalsium. Secara histologik lemak nekrotik menunjukkan baying-bayang sel dan bintik-bintik basofilik karena deposisi kalsium.
Mekanisme:
• Enzym digestion sel – liquefaktif nekrosis.
• Denaturasi protein – koagulatif nekrosis
Enzym asal sel mati – autolysis atau asal sel radang (lisosom)- heterolysis.
Perubahan morfologis nekrosis perlu waktu – myocard infark akut pertama- tama tidak nampak perubahan morfologis. Pada koagulatif nekrosis masih nampak struktur jaringan nekrotik. Ini sering ditemukan pada kematian sel karena hypoxi. Pada nekrosis liquefaktif tidak.Sisa sel hilang sama sekali. Ditemukan pada fokal infeksi bakteri, kadang fungus infeksi. Gangraenous nekrosis : kaogulatif nekrosis sebab ischemia disertai infectie bakterial menimbulkan nekrosis liquefaktif ( wet gangrene).
Caseous nekrosis : nekrosis pengejuan..
Tuberculosis.
Makroskopik: seperti keju.
Mikroskopik: nekrosis amorf tanpa struktur dikelilingi radang granulomatous. Jaringan asal tak nampak.
Fat nekrosis.
Destruksi jaringan lemak oleh enzym2. Sering pada jejas jaringan pancreas - menyerap calcium – dystrofik cakcification.
Apoptosis
Bentuk kematian sel ini berbeda dengan nekrosis dalam beberapa segi dan terjadi dalam keadaan ini:
Destruksi sel terprogram selama embryogenesis.
· Involusi jaringan bergantung kepada hormone, (misalnya, emdometrium, prostate) pada usia dewasa.
· Delesi sel apda populasi sel berproliferasi (misalnya, epite; kripta intestine), tumor, dan organ limfoid.
· Atrofi patologik organ parenkimal akibat abstruksi duktus.
· Kematian sel oleh sel T sitotoksik.
· Jejas sel pada penyakit virus tertentu.
· Kematian sel karena beberapa stimulus yang merusak yang terjadi pada takaran rendah (misalnya, jejas termal ringan).
Ciri morfologi apoptosis meliputi:
· Penyusutan sel
· Kondensasi dan fragmentasi kromatin
· Pembentukan gelembung sitoplasma dan jisim apoptotic
· Fagositosis jisim apoptotic oleh sel sehat didekatnya atau makrofag.
· Tidak adanya peradangan.
C. Perubahan Subseluler Pada Jejas Sel Lisosom
· Heterofagi adalah ambilan bahan dari lingkungan luar dengan fagositosis. Contoh: fagositosis dan degradasi bakteri oleh leukosit, penyingkiran debris nekrotik oleh makrofag, reabsorpsi protein oleh tubulus proksimal.
· Autofagi adalah fagositosis oleh lisosm organel intrasel yang sedang rusak, temasuk mitokondria dan retekulum endoplasmic. Autosom terutama terloihat pada sel yang mengalami atrtofi. Lisosom dengan debris yang belum dicerna (vakuol autofagik) dapat bertahan dalam sel sebagai jisim residu atau mungkin dikeluarkan dari sel.
C. Akumulasi Intraseluler
Protein, karbohidrat, dan lipid dapat berakumulasi dalam sel dankadang-kadang menyebabkan jejas pada sel. Dapat berupa:
· Isi sel normal yang terkumpul berlebihan
· Bahan abnormal, biasanya produk metabolisme abnormal.
· Suatu pigmen.
Proses yang berakibat akumalsi intraseluler abnormal meliputi:
· Metabolisme abnormal suatu bahan endogen normal (misalnya, perlemakan)
· Kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme bahan endogen normal atau abnormal (misalnya, penyakit penimbunan lisosomal)
· Deposisi bahan eksogen abnormal (misalnya, makrofag berisi karbon).
Hipertrofi Retikulum Endoplasmik Halus
Obat-obat tertentu (misalnya, fenobarbital) merangsang hipertrofi retikulum endoplasmik halus, tempat detoksifikasi obat-obat ini dengan fungsi campur jalur traspor elektron oksidase (P-450). Hal ini berakibat meningkatnya toleransi terhadap obat ini dan ditangani dengan sistem yang sama.
Steatosis (Perlemakan)
Ini menggambarkan bahan normal (trigliserid) yang terakumulasi berlebihan dan mengarah kepada peningkatan absolute lipid intrasel. Hal ini berakibat pemebnetukan valuol lemak intrasel. Kadang-kadang terjadi pada hampir semua organ, tetapi paling sering dalam hati, bila berlebihan dapat mengarah pada sirosis.
Patogenenesis Perlemakan Hati
Penyebab perlemakan hati meliputi penyalahgunaan alcohol, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, hepatotokdin, dan obat. Hati tampak membesar, kuning, dan berlemak dan lemak secara mikroskopik terlihat sebagai vakuol besar.
Kegagalan hati akut pada kehamilan dan sindrom Reye kadang-kadang fatal tetapi jarang, dicurigai karena defek oksidasi mitokondria.
PATOGENESIS PERLEMAKAN HATI.
Penyebab perlemakan hati meliputi penyalahgunaan alcohol, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, hepatotoksin, dan obat. Hati tampak membesar, kuning, dan berlemak dan lemak secara mikroskopik terlihat sebagai vakuol besar. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme sebagai berikut:
ü Masuknya asam lemak bebas berlebihan ke dalam hati (misalnya, pada kelaparan, terapi kortikosteroid).
ü Sintesis asam lemak meningkat
ü Oksidasi asam lemak berkurang
ü Esterifikasi asam lemak menjadi trigliserid meningkat, karena meningkatnya alfa-gliserofosfat (alcohol)
ü Sintesis apoprotein berkurang (keracunan karbon tetraklorida).
ü Sekresi lipoprotein yang tergantung dari hati (alcohol, pemberian asam orotat).
Akumulasi Intraseluler Lain
v Protein
v Glikogen
v Kompleks lipid dan polisakarid
v Pigmen eksogen:
· Antrakosis
· Tatto
v Pigmen endogen:
· Lipofusin
· Melanin
· Hemosiderin
v Absorpsi besi dari makanan meningkat (hemokromatosis primer)
v Penggunaan besi yang terganggu (misalnya pada talasemia)
v Anemia hemolitik yang mengakibatkan pemecahan sel darah merah berlebih.
v Transfusi yang meningkatkan besi eksogen.
Kolestrol dan Ester Kolestrol
· Pada aterosklerosis, lipid ini terakumulasi dalam sel otot polos dan makrofag. Kolestrol intrasel terkumpul dalam bentuk vakuol sitoplasma kecil. Kolesterol ekstrasel memberikan gambran karakteristik sebagai ruang seperti celah yang terbentuk oleh kristal kolesterol yang alrut.
· Pada hiperlipidemia didapat dn herediter, lipid terakumulasi dalam makrofag dan sel mesenkim.
· Pada focus jejas dan peradangan, makrofag terisi-lipid terbentuk dari fagositosis lipid membrane yang berasal dari sel yang rusak (“makrofag berbuih”).
Kalsifikasi Patologik
Klafikasi patologik menunjukkan defosi abnormal dan garam kalsium dalam jaringan lunak. Klafikasi distropik terjadi dalam jaringan mati atau yang akan mati pada keadaan kadar kalsium serum normal. Pada klafikasi metastatik, deposisi garam kalsium berada dalam jaringan vital dan selalu dihubungkan dengan hiperkalsemia.
D. Perubahan Hialin
Hialin dihubungkan dengan segala perubahan dalam sel atau didaerah ekstraseluler atau struktur yng homogen, yang memberikan gambaran merah muda mengkilat pada pulasan HE sediaan histologik rutin.
Hialin ekstraseluler terjadi pada hialin arteriolosclerosis, aterosklerosis, dan glomerulus yang rusak. Amiloid menyerupai hialin tetapi merupakan protein fibriler dengan cirri-ciri biokimia spesifik. Amiloid dapat dibedakan dari hialin jaringan ikat pada pulasan Merah Congo, yang tampak merah dan terdapat bipolar refringence yang berwarna hijau apel.
E. Penuaan Seluler
Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan fisiologik dan structural pada hampir semua organ. Penuaan terjadi karena factor genetic, diet, keadaan social, dan adanya penyakit yang berhubungan dengan ketakutan seperti arterioklerosis, diabetes, dan arthiritis. Selain itu, perubahan sel dirangsang oleh usia yang menggambrkan akumulasi progresif dari jejas subletal atau kematian sel selama bertahun-tahun, diperkirakan merupakan komponen penting dalam penuaan.
Perubahan fungsional dan morfologik yang terjadi pada sel yang menua adalah:
· Penurunan fosforilasi oksidatif pada mitokondria
· Berkurangnya sintesis DNA dan RNA untuk protein dan reseptor sel structural dan enzimatik
· Menurunnya kemampuan ambilan makanan dan perbaikan kerusakan kromosom
· Nucleus berlobus tidak tertaur dan abnormal.
· Mitokondria pleomorfik, reticulum endoplasma menurun dan jisim Golgi berubah bentuk
· Akumulasi pigmen lipofusin secara menetap.
Terjadinya penuaan sel belum jelas, tetapi mungkin bersifat multifactor. Ini melibatkan program molekuler endogen dari pada penuaan sel dan pengaruh eksogen berkesinambungan yang menuju pada penurunan kemampuan untuk hidup (disebut wear and tear).
Adanya penuaan sel dapat diduga dari penelitian in vitro yang menunjukan bahwa fibroblast diploid manusia normal dalam biakan mempunyai masa hidup tertentu dan populasi berlipat ganda yang terbatas, yang bergantung kepada usia. Penyebab penuaan replikatif semacam ini mungkin disebabkan oleh aktivitas gen spesifik-penuaan, gen pengatur pertumbuhan berubah atau hilang, induksi inhibitor pertumbuhan padas el menua, dan mekanisme lain. Salah sati hipotesis defek gen ini adalah adanya “telemetric shortening” kromosom yang terjadi dengan bertanbahnya usia, menyebakan holangnya DNA dari ujung telomerik kromosom, sehingga terjadi delesi gen esensial dan mengakibatkan berkurangnya masa hidup.
Itu tadi adalah Artikel Jejas Dan Kematian Sel
baik Sekianlah artikel Artikel Jejas Dan Kematian Sel kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Artikel Jejas Dan Kematian Sel dengan alamat link https://ners-ngenes.blogspot.com/2012/02/artikel-jejas-dan-kematian-sel.html
0 komentar
Posting Komentar